Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh video yang mengklaim bahwa banyak barang mewah ternama sebenarnya diproduksi di China. Video tersebut menunjukkan pabrik-pabrik di China yang memproduksi tas-tas dari merek terkenal seperti Hermes, Louis Vuitton, dan Chanel dengan harga jauh lebih murah dibandingkan harga jual di pasar global.
Klaim dalam Video Viral
Dalam salah satu video yang beredar, seorang wanita memperlihatkan apa yang dia sebut sebagai “grosir mewah terbesar di China”, dengan deretan tas-tas dari merek terkenal yang dijual dengan harga antara 250-500 dollar AS, atau sekitar Rp 4-8 juta. Padahal, tas-tas tersebut biasanya dijual dengan harga ribuan dollar di pasar dunia .
Para produsen China mengungkapkan bahwa banyak merek mewah yang dibuat di pabrik China dengan biaya minimal, kemudian dikirim ke Eropa untuk menerima label, dan dijual dengan harga yang sangat tinggi. Mereka juga mengklaim memiliki akses ke pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang untuk merek-merek mewah .
Respons dari Industri dan Pengamat
Pengamat mode dan Vice Chair of Indonesian Fashion Chamber (IFC), Lisa Fitria, menyatakan bahwa informasi seperti ini bukanlah hal baru di kalangan tertentu. Menurutnya, publik sebaiknya tidak menilai harga tas branded hanya dari biaya produksinya. Merek-merek tas mewah memiliki komponen biaya lain yang sangat besar, terutama dari sisi pemasaran, seperti butik mewah dan fashion show berskala besar .
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Junarsin, juga berpendapat bahwa barang mewah termasuk tas bermerek memiliki berbagai level yang berbeda-beda. Tas-tas mewah dengan level tertinggi tentu tidak dibuat di China, tetapi di negara masing-masing, seperti Hermes, Chanel, dan Louis Vuitton .
Kesimpulan
Video viral yang mengklaim bahwa barang-barang mewah dunia dibuat di China telah memicu perdebatan tentang transparansi produksi dan nilai dari merek-merek mewah. Meskipun beberapa produk memang diproduksi di China, penting untuk memahami bahwa harga jual barang mewah tidak hanya ditentukan oleh biaya produksi, tetapi juga oleh faktor lain seperti pemasaran, eksklusivitas, dan nilai merek itu sendiri.
Tinggalkan Balasan